Kamis, 12 Desember 2013

Imajinasi "IMAJINATIF" Wujud Pengetahuan

Ketika saya menulis bahan ini, penulis teringat pada wejangan guru MAN Sumenep Ibnu Hajar, Mpdi. Guru saya berkata seperti ini " Kalau bercita-cita"Imajinasi" jangan setengah-setengah. bercita-cita setinggi langit, biar kalau jatuh tersangkut pada ranting-rantig yang lain". Walau perkataan itu disampaikan dengan setengah bearcanda, setelah saya cermati ada benarnya, bahwa cita-cita itu sangat penting dan bisa memacu semangat seseorang,
Albert Einstein berpendapat bahwa "imajinasi lebih penting daripada pengetahuan", Perlu ditanamkan bahwa kekayaan berada dalam kekuatan otak, bukan terletak pada kemampuan otot.Dari kutipan tersebut dapat kita mengatakan bahwa tumbuh berkembangnya ilmupengatahuan melalui proses “imajinasi” nalar yang konstruktif.
Sebab sebuah imajinasi dapat membangun sebuah pengetahuan yang baru. Sebelum kita melangkah pada pembahasan yang lebih urgen, alngkah baiknya kita mengatahui apa itu imajinasi, Imajinasi : Adalah gambaran angan, daya membayangkan; kahayalan. Berangkat dari definisi tersebut dapat kita menarik benang merah bahwa imajinasi merupakan sebuah kerangka fikir Alfikr yang memiliki sebuah tujuan, dimana lahirnya tujuan itu terbentuk dari sebuah kayalan. “kemudian hayalan itu diwujudkan dalam sebuah instrumen yang konkrit dan ilmiah”.
Islam sebagai agama Rahamatallil-alamin mengamanatkan bagi seluruh ummatnya untuk mampu menangkap “berimajinasi” dari setiap yang kita temui. Landasan itu bisa kita ambil dari di turunkannya ayat alquran pertama Al-alaq “iqro” bacalah. Di mana kalau kita telaah lebih dalam dari konteks ayat tersebut bahwa tuhan lewat wahyu yang disampaikan kepada Muhammad Sw. secara tidak langsung merupakan tantangan kepada kita, untuk selalu gelisah terhadap fenomena yang ada di sekitar kita. Kita dituntut untuk memiliki kemampuan menangkap setiap apa yang kita temui. Tentunya pembacaan “imajinasi” itu akan membawa kita “ummat” pada sebuah penemuan-penemuan baru.
Akan tetapi tidak semua imajinasi fositif, ada juga imajinasi yang negatif. Contoh sederhana dari imajenasi negatif “berhayal memiliki istri teman/tetangga” dll. Akan tetapi dalam pembahasan ini akan diprioritaskan pada sebuah pembangunan imajinasi yang positif.
Perkembangan ilmu pengetahuan seperti kemajuan teknologi tidak lepas dari kegelisahan “imajinasi” individu yang diwujudkan dalam krangka ilmiah.
Semisal perkembangan dan penemuan-penemuan dalam kependidikan terutama cara mengajar. Awalnya pendidikan (pengajar) dikembangkan dengan metode ceramah, kemudian berubah KBK (kurikulum berbasis kopetensi) KTSP (kurikulun tingkat satuan pendidikan). Semua metode tersebut merupakan bentuk konkrit dari kemampuan seseorang dalam berimajenasi.
Akan tetapi sebuah imajinasi akan menjadi kerangka yang kering apabila tidak ada tindak lanjut. Oleh sebab itu, apa yang kita bangun lewat imajenasi tersebut harus direalisasikan “praktek”.
Sesuai ucapan Dr. Gunning yang dikutip Langeveld (1955). “Praktek tanpa teori adalah untuk orang idiot dan gila, sedangkan teori praktek hanya untuk orang-orang jenius”.
Dari kita berfikir “imajenasi” maka lahirlah sebuah teori, kemuadian dari teori tersebut kita peraktekkan. Kata yang digaris bawahi kalau kita analis mendalam, “bahwa hanya orang-orang yang jenius “imajinasi” kuat yang mampu memadukan antara teori dan peraktek.
Dalam khasanah peraktek pengagas pendidikan pertama Ki Hajar dewantoro juga telah melakukan hal yang sama yaitu mengembangkan “imajinasi” pendidikan dengan tataran pada saat itu. Pandangan Ki Hajar Dewantara (1950) sebagai berikut :“Taman Siswa mengembangkan suatu cara pendidikan yang tersebut didalam Among dan bersemboyan ‘Tut Wuri Handayani’ (mengikuti sambil mempengaruhi).
Arti Tut Wuri ialah mengikuti, namun maknanya ialah mengikuti perkembangan sang anak dengan penuh perhatian berdasarkan cinta kasih dan tanpa pamrih, tanpa keinginan menguasai dan memaksa, dan makna Handayani ialah mempengaruhi dalam arti merangsang, memupuk, membimbing, memberi teladan agar sang anak mengembangkan pribadi masing-masing melalui disiplin pribadi”.
Kiaranya gagasan Ki Hajar dewantoro pada masa lalu sampai saat ini masih relavan. Para pakar pendidikan dan pengembangan pendidikan itu sendiri terilhami oleh Ki Hajar dewantoro. Dalam kajian ini tidak ada kesimpulan yang bisa penulis berikan biarkan nalar imaji kita mengkonkkritkan segala yang terlintas dalam benak. 

Oleh : Mahmudi Ibnu Mas'ud

0 komentar:

Posting Komentar